Senin, 06 Juli 2015

“Cantik”


Bagi warga negara dengan penduduk mayoritas muslim, jilbab bukan sesuatu yang baru, bukan hal aneh, tapi tidak bagi negara minoritas yang bahkan kebanyakan pendudukanya tidak beragama. Muslimah berjilbab adalah hal yang amat langka, maka jika ia ditemui di keramaian akan sangat berpeluang menjadi perhatian. Ini pengalaman saya, pernah dikira tidak berambut karena menutup kepala dengan kain, dikira jilbab adalah pakaian adat sebagai orang indonesia, dikira jilbab adalah trend fashion yang hari ini saya pakai dan bisa saya lepas keesokannya. Dilihat aneh bahkan pernah ditertawai anak kecil itu biasa, saya justru merasa bangga menjadi berbeda dengan identitas saya sebagai seorang muslimah.

Beberapa waktu yang lalu di awal kedatangan saya di negeri formosa ini, saya pergi ke klinik kampus untuk konsultasi dan memeriksa kesehatan saya. Kebetulan dokter jaga yang bertugas adalah seorang dokter wanita paruh baya. Dengan ramah sang dokter mempersilahkan saya duduk kemudian memeriksa suhu tubuh, kesehatan mulut, tenggorokan, seperti dokter pada umumnya. Selesai melakukan pemeriksaan, proses konsultasi dimulai dengan sebuah pertanyaan latar belakang kesehatan saya, seperti alergi dan penyakit parah apa yang pernah dialami. Tanya jawab berlangsung seperti pada umumnya, namun saat saya melihat mata ibu dokter seperti ada ungkapan yang tertahan. Saya tersenyum kemudian terdengarlah kata “you are beautiful”, beberapa detik memastikan apa yang baru ibu dokter katakan lalu saya menimpali “thank you”. Berjalan keluar dari klinik saya memikirkan apa yang dokter katakan pada saya tentang kesehatan saya dan teringat pujiannya untuk saya. Apakah dokter itu memberikan pujian dengan tulus dan jujur atau sebagai dokter ia terbiasa mencairkan suasana dengan melemparkan pujian kepada pasien. Apapun alasannya saya merasa senang, bukan karena cantik yang ditujukan pada saya tapi atas sebuah pengakuan dari seseorang yang bukan muslimah bahkan belum tentu tahu tentang apa itu islam, apa itu hijab, kenapa kami seorang muslimah menutup aurat kami, bahwa wanita  cantik itu tidak selamanya “terbuka”. Maka jika ada seorang muslimah yang menunda untuk menutup auratnya karena takut tidak terlihat cantik seelah menutup auratnya, saya rasa justru dengan “menutup” kecantikan seorang wanita akan terpancar dengan cara yang lain. Cantik yang elegan, cantik yang tidak semua wanita cantik kebanyakan tunjukan. Be different, be special.

Kejadian lainnya yang semakin meyakinkan saya jika cantik itu tidak selamnya “terbuka” adalah ketika saya pergi bebelanja ke sebuah mini market di tengah kota Taipei. Memilih-milih bahan makanan mentah yang akan saya masak di sebuah mini market adalah salah satu hobi saya. Sedang asik memilih tiba-tiba seorang lelaki berumur 40an menunjukan bahan mana yang memiliki kualitas bagus. Masih berada di samping saya, ia bertanya dalam bahasa mandarin yang artinya “kamu berasal dari mana?”, saya pun menjelaskan jika saya adalah seorang mahasiswi asal indonesia. Ia kemudian bertanya lagi yang tidak saya mengerti sehingga keluarlah kata-kata ampuh dari mulut saya yang menjelaskan jika saya tidak pandai berbahasa mandarin. Ia mengangguk kemudian mengakhiri dengan kata “kamu cantik, saya baru tahu kalau orang Indonesia juga cantik”. Saya tertawa dalam hati, “ini bapak belum tau artis Indo kali ya, kan banyak banget yang cantik-cantik. Tapi sekali lagi, ia mengungkapkan sebuah pujian dengan santun pada saya yang “tertutup”.


Cantik, sebuah kata yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris adalah beautiful. Kata feminim yang biasa ditujukan kepada wanita yang bagi saya memiliki makna yang abstrak sehingga setiap kepala memiliki cara untuk menjelaskan makna dari kata cantik. Terlebih dari itu yang lebih penting adalah sebuah pengakuan  atas identitas kami sebagai muslimah di negeri minoritas ini, bahwa kami bukan alien, tidak aneh, dan tidak “jelek”. Maka berbanggalah atas identitas mu,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar