Rabu, 08 April 2015

Aku wanita Aku berkarya

Sesekali tengoklah perjuangan mu di masa lalu . Jika kini kau merasa tak mampu melewati rintangan, ingatlah dulu kau pernah melewati kesulitan. -ARA-

“Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Qur’an Al mujadalah 11)

Mimpi itu terbentuk 10 tahun silam, mimpi untuk bersekolah setinggi mungkin. Tahun 2005 di ruang aula Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 13 Bandung (SMKN 13 Bandung), di hari pertama saya menjalankan kegiatan orientasi sebagai murid baru. Kegiatan perkenalan saat itu mengaharuskan setiap murid baru untuk maju ke depan ruang aula, memperkenalkan nama, asal sekolah, tempat tinggal, cita-cita dan juga alasan kenapa memilih bersekolah di SMK dengan jurusan analis kimia. Satu persatu teman telah memperkenalkan dirinya hingga tiba giliran saya untuk memperkenalkan diri. Mencoba sedikit rileks walau pasti terlihat gugup, saya memperkenalkan diri. Nama saya Anggi Regiana Agustin, saya lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Bandung (SMPN 12 Bandung), saya lahir dan tumbuh besar di Bandung, alasan saya kenapa memilih untuk melanjutkan sekolah di SMK adalah karena saya ingin menjadi seseorang yang ahli di bidang tertentu, seperti sosok idola saya mantan presiden Republik Indonesia Bapak B.J. Habibi yang ahli di bindang mesin khususnya pesawat terbang, saya ingin menjadi seorang ahli di bidang kimia, setelah lulus nanti saya berharap saya dapat melajutkan pendidikan saya hingga program magister bahkan doktor di Jerman, negara dimana Bapak B.J. Habibi pernah mengenyam pendidikan tinggi. Saat itu mungkin saya lah satu-satunya yang memiliki alasan paling nyeleneh ketika kebanyakan teman-teman memaparkan alasan mereka bersekolah di SMK adalah karena ingin  cepat bekerja setelah lulus sekolah.

Waktu berjalan hingga berganti tahun, tahun di mana saya melengakapi mimpi saya untuk dapat bersekolah setinggi mungkin tapi kali ini dengan dana beasiswa. Mei 2008 di laboraturium kimia fisik dan instrumentasi SMKN 13 Bandung, seorang bapak guru mengumumkan sebuah perlombaan karya siswa tingkat SMK se-Indonesia yang akan dilaksanakan di kota Makasar, Sulawesi Selatan. Pikir saya saat itu, tidaklah mungkin bagi saya yang bukan murid dengan prestasi terbaik di sekolah mampu mewakili sekolah untuk mengikuti perlombaan tersebut hingga tak terbersit niat untuk ikut mendaftarkan diri sebagai partisipan. Tapi Allah berkehendak lain, saya dipanggil ke ruangan guru lalu ditunjuk langsung untuk mewakili sekolah dalam ajang Lomba Karya Siswa (LKS) tingkat SMK bersama salah satu murid terbaik. Singkat cerita, saya dan teman saya berhasil memenangkan lomba di tingkat kota Bandung, lalu melangkah ke tingkat provinsi. Hal yang tidak pernah terduga, peraturan di tigkat provinsi berubah hingga tinggalah saya sendiri yang mewakili sekolah. Usaha dan kerja keras kami terbayar sedikit demi sedikit, saya kembali memenangkan lomba untuk tingkat provinsi dan menjadi wakil Jawa Barat untuk ajang LKS tingkat nasional di Makasar. Maka Juni 2008 menjadi pengalaman pertama saya terbang bersama garuda besi melampaui lautan luas, menginjakan kaki di Losari, meninap di hotel berbintang karena mengikuti perlombaan ini. Allah kembali memberi bayaran atas kerja keras saya dan pembimbing, kami berhasil pulang membawa piala sebagai runner-up pertama.

Piala dan hadiah sudah di tangan, tapi bukan menjadi akhir dari perlombaan, justru inilah awal. Awal keinginan untuk berlomba dalam prestasi akademik, mendapat beasiswa, sekolah gratis, uang jajan diberi, hidup dibiayai. Maha besar Allah, Juli 2009 lulus dari SMK saya diterima sebagai mahasiswa di Politeknik Negeri Bandung jurusan teknik kimia dengan jalur PMDK ditambah dapat beasiswa untuk satu tahun dari Dikti karena saya pernah mewakili Jawa Barat dalam ajang LKS tingkat nasional. Sejak saat itu saya menjuluki diri saya sendiri dan teman-teman yang memiliki keinginan yang sama untuk meringankan beban orang tua dengan mendapat beasiswa sebagai mahasiswa/i para pencari beasiswa. Alhamdulillah, tidak putus saya menerima beasiswa selama mengenyam bangku kuliah.

Empat tahun berlalu begitu cepat, ada manis, pahit kehidupan di dalamnya yang telah menjadikan saya seperti sekarang. Tapi mimpi saya tetaplah sama, melanjutkan pendidikan hingga program master di Jerman dan dengan beasiswa tentunya. Tapi manusia hanyalah bisa berencana, tetap Allah lah yang menentukan. Sebeum saya berhasil melanjutkan pendidikan dan meraih beasiswa Dia berikan saya seorang imam, penjaga, dan teman hidup lebih cepat dari yang saya duga. 20 Oktober 2013, saya dipersunting oleh lelaki bernama Hasni Yamani. Sekali lagi, mimpi adalah mimpi, tidak melihat apa status dirimu. Keinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang master dengan beasiswa itu tetap terjaga hingga seorang adik kelas mengunggah berita beasiswa Dikti program vokasi untuk calon dosen di sebuah media sosial. Saya baca baik-baik dan saya tulis setiap persyaratan yang diminta. Dengan mengucap bismillah, atas ijin suami dan dukungan dari orang tua dan mertua yang sejak lama menginginkan saya untuk menjadi seorang dosen, 28 Oktober 2013 pukul 22.00 WIB, 2 jam sebelum pendaftaran ditutup saya mengirimkan aplikasi lamaran dan mengunggah semua persyaratan yang diminta.

Satu bulan berlalu, ditengah saya menikmati kehidupan sebagai ibu rumah tangga dan juga pencari kerja, saya mendapatkan pesan singkat dari dosen pembimbing tugas akhir saat kuliah. Kurang lebih seperti ini ini pesannya, “selamat bergabung di jurusan teknik kimia Polban beberapa tahun ke depan, selamat belajar , sukses untuk studinya di luar”. Menerima pesan seperti itu saya bingung, apa sebenarnya maksud dari pesan ini dan saya pun segera memberi balasan, “terimakasih pak, tapi kalo boleh tahu bapak dapat info dari mana saya lulus seleksi beasiswa”. Singkat cerita ternyata pengumuman peserta yang lulus seleksi tahap administrasi beasiswa Dikti program vokasi telah di pajang di halaman web Dikti. Tak lama kemudian saya mendapat sebuah email yang menyatakan saya lulus tahap seleksi administrasi dan harus menghadiri rangkaian tes selanjutnya di Jakarta.  Bersamaan dengan pengumuman lulus seleksi administrasi, Allah memberi hadiah untuk saya, suami dan keluarga, saya dinyatakan positive hamil dengan usia kandungan 3-4 minggu. 

Sekali lagi, tidak peduli seperti apa kondisi dan apa status mu, mimpi tetaplah mimpi dan harus diperjuangkan. Dengan kondisi berbadan dua, saya pergi dari Cilegon ke Jakarta untuk mengikuti Tes Kemampuan Akademik Dasar (TAKD) dan  Test English Proficiency (TOEP). Seharian saya lupakan rasa mual dan lemas yang biasa para ibu hamil rasakan di kehamilan trimester pertama. Lelah sangat terasa hari itu, bukan hanya karena serangkaian tes yang menguras energi untuk berfikir tapi karena hujan yang sukses membahasi baju di perjalanan pulang ditambah lelah karena harus berdiri berjejajal di atas bis dari Jakarta sampai Tanggerang. Saat itu saya bergumam dalam hati “nak, bunda ini sedang berjuang, maafkan bunda karena kamu harus ikut merasakan lelah, jadilah anak yang kuat dan tetap temani bunda sampai mimpi bunda terwujud. Ini untuk mu nak”. Puji syukur, dua minggu setelahnya  saya mendapatkan email yang menyatakan saya lulus seleksi dan saya diminta untuk datang ke Gedung X, Fakultas Ilmu Bahasa (FIB), Universitas Indonesia pada hari Senin, 16 Desember 2013 untuk pelatihan bahasa selama 6 bulan. Sontak saya kembali terkaget, ada apa lagi ini, pelatihan seperti apa ini, mengapa harus di Jakarta, mengapa harus begitu lama. Sempat melobi untuk mengikuti pelatihan dengan penenpatan di kota Bandung karena dengan kondisi saya yang hamil muda, akan lebih baik jika saya tinggal dekat dengan keluarga. Tapi keputusan sudah dibuat oleh pihak Dikti, sekeras apapun melobi hasilnya akan sama.

Ingin mundur saja rasanya saat itu, tapi ingat jika ini adalah jawaban dari do’a orang tua saya yang menginginkan saya kelak menjadi seorang dosen rasanya berat untuk melepasnya. Dengan dukungan dari suami, saya pergi melangkahkan kaki saya ke Universitas Indonesia, menjalani pelatihan bahasa selama 6 bulan, tinggal jauh terpisah dari suami dan keluarga dalam kondisi hamil. Beruntung, saya menemukan teman-teman yang baik dan mengerti dengan kondisi saya, mereka yang menjadi keluarga baru bagi saya. Ditengah menjalani pelatihan dan usaha untuk mengejar standar IELTS minimal yang Dikti minta, saya masih harus berjuang untuk mendapatkan Letter of Acceptance (LoA) dari salah satu universitas pilihan dikti di negara Jerman, Austria atau Taiwan. Pergi pulang Depok-Bandung setiap minggu untuk mengurus segala kelengkapan persyaratan saya lakoni saat ini dengan perut yang semakin membesar. Lelah? Sangat, Ingin menyerah? Iya, tapi setengah jalan sudah dilalui, akan menjadi sangat sia-sia jika menyerah saat itu. Puji syukur, kala itu saya mendapatkan satu LoA conditional dari salah satu universitas terapan di Jerman dan empat LoA unconditioanal dari universitas di Taiwan. Diusia kandungan yang menginjak 7 bulan, pelatihan bahasa berakhir dan puji syukur saya memenuhi syarat minimal kemampuan bahasa yang Dikti minta.

Tidak sampai disitu, ternyata saya masih harus melewati tes wawancara untuk mendapatkan beasiswa, di tes kali ini saya harus memilih universitas tujuan saya, hati dan pikiran tidak sepaham kali ini karena dalam hati kecil saaya ingin sekali memilih universitas di Jerman sesuai mimpi saya walau harus mengikuti pelatihan bahasa Jerman selama 2 bualan ke depan di saat kehamilan saya menginjak 9 bulan, tapi pikiran yang masih waras ini menerawang jauh dengan logika bahwa memilih salah satu universitas di Taiwan adalah pilihan terbaik bagi saya, keluarga, dan anak saya nanti. Akhirnya saya menetapkan diri untuk memilih National Taiwan University of Science and Technology sebagai universitas tujuan. Lulus proses wawancara, saya diharuskan mengikuti proese lokakarya pra keberangkatan saat usia kandungan sudah 37 minggu dimana saya dapat melahirkan sewaktu-waktu. Benar saja, 2 malam sebelum hari lokakarya dimulai, 16 Juli 2014 saya melahirkan putri yang selama ini kami nanti, Shakira Siti Humaira Alyamani. Dalam keadaan baru melahirkan tidak mungkin saya mengikuti lokakarya. Dengan kebiajakan pihak Dikti akhirnya saya dapat mengikuti lokakarya gelombang selanjutnya di bulan Agustus. Guarante Letter sudah dikantongi, vissa sudah di tangan, segala keperluan sudah dikemas dalam koper, Senin 08 Sepetember 2014 saya pergi untuk menunut ilmu di negeri formosa, dengan tangis dan meninggalkan puteri tercinta yang belum genap berusia 2 bulan, meninggalkan suami dan keluarga. Sekarang, saya di sini, di tempat yang sudah jauh-jauh hari Allah persiapkan untuk saya, Taipei, Taiwan.

Kenapa sekolah? Walaupun segilintir orang mencibir pilihanku sebagai seorang ibu yang rela meninggalkan anaknya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, walau sebagian dari mereka yang mampu memberi ASI eksklusif menertawai keputusanku yang memberi anaknya susu formula di usia dua bulan untuk menuntut ilmu,  aku tetap ingin sekolah karena aku wanita aku berkarya, karena aku ibu aku madrasah pertama anakku, karena aku wanita pembentuk generasi baru bangsa, karena aku manusia yang harus bermanfaat bagi sesama.

“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga.” (HR. Muslim)

Sekarang bagaimana dengan mimpiku untuk mencicipi bangku kuliah di Jerman? Ia tetap ada, terjaga, mimpi yang tertuda yang suatu saat akan ku perjuangkan kembali. Mungkin gelar Phd yang akan aku dapat dari Jerman, hanya Allah lah yang tahu segalanya. Aamiin.

Terimakasih untuk mama yang tak henti memanjatkan do’a untuk semua kemudahanku menggapai mimpi, terimakasih papa yang selalu menghawatirkan puteri kecilnya, terimakasih suami ku yang tak lelah memberikan semangat dan membantu, terimakasih puteriku yang telah menemani bunda selama 9 bulan memperjuangkan mimpi bunda, terimaksih saudara dan teman-teman atas dukungannya, terimakasih guru-guru dan dosen yang telah mendidikku, terimakasih Dikti atas beasiswa yang diberikan. 
my lovely family

Tidak ada komentar:

Posting Komentar