Hampir satu bulan email itu saya
hiraukan, email dari Office of International Affairs yang memberitahukan bahwa
semua international students diperbolehkan melamar menjadi kandidat student
exchange program untuk Spring 2016 selama memenuhi kriteria (Alhamdulillah,
masuk kriteria, seru saya dalam hati).
Hingga hari Senin lalu saya terdorong untuk membuka email itu
dan membacanya secara detail, ternyata waktu pendaftaran masih dibuka hingga awal bulan September. Terlebih lagi setelah membuka halaman web OIA exchange program ini dilakukan dengan puluhan university partners di seluruh
dunia, mencakup Asia, Eropa, dan Amerika. Melihat negara-negara benua Eropa
terpampang sebagai pilihan negara untuk exchange dengan semangat 45 saya
membuka satu persatu halaman elektronik. Melihat Jerman di salah satu list,
sudah pasti menjadi pilihan pertama yang saya kepoin. Namun, hanya bertahan
lima menit, halaman itu saya tutup, kenapa? Jelas tertera sertifikat bahasa
Jerman min B1 menjadi salah satu syarat pelamar. Tahu diri lah, pasti gagal sebelum
mulai. Negara berikutnya adalah Belanda, kali ini bukan masalah bahasa
melainkan tidak ada yang menerima student dengan background chemical
engineering atau memang standar ielts yang mereka minta lebih tinggi dari yang
saya punya (tau kekurangan lah). Masih ada sekitar 10 negara Eropa lainnya
sperti Poland, Swiz, France, Sweden, Chez, Italy, Spain, dll, tapi hati saya
rasanya tidak tertarik. Hampir pindah halaman untuk mencoba peruntungan di
negara-negara Amerika, saya melihat Turki di urutan terakhir. Tertera dua
universitas yang menjadi partner kampus kami,
di urutan kedua tertulis Istanbul Technical University.
![]() |
Istanbul Technical University. Gambar dari sini |
Saya klik link
yang ada, membaca semua persyaratan, dan langsung sumringah karena saya
memenuhi semua persyaratan. Dalam hati saya berkata, saya bisa memilih
universitas ini dan melamar program ini. Menilik lebih jauh lagi, jantung
semakin berdebar karena terpampang foto-foto kampus yang telah berumur lebih
dari 200 tahun beserta background kota Istambul yang klasik. Aahhh mata ini
meleleh, berbinar melihat keindahan yang Turki miliki, sekilas melamun jauh
membayangkan saya ada di sana untuk beberapa bulan, rasanya waktu 5 bulan cukup
untuk memperkosa seluruh isi Turki dalam hati ini. Malam itu juga saya
memutusan untuk berpartisipasi dalam program ini, saya baca alur prosesnya,
saya tulis semua persyaratannya, dan segera saya kirim surat elektronik kepada
suami di rumah tentang apa yang baru saya lakukan, gayung bersambut, suami
mendukung saya. Semalaman tidak tidur
karena memikirkan akan sangat menyenangkan jika ini bisa menjadi kenyataan.
![]() |
Blue Mosque, Istanbul Turki. Gambar dari sini |
Keesokan harinya, saya tersadar jika ada seseorang yang restunya sangatlah
penting, bukan lagi orang tua melainkan professor sendiri. Mendadak lemas
memikirkan bagaimana cara saya berbicara dan membujuk professor untuk mengikuti
program ini. Saya yang semestinya semester depan harus stay di kampus untuk
menyelesaikan thesis, mengajukan sidang, mengurus ini itu, sudah selantasnya
tidak pergi ke negara nan jauh di sana selama satu semester terpenting di kehidupan
perkuliahan saya. Alih-alih lulus lebih cepat dan pulang ke negera tercinta mungkin
malah extend satu semester. Oh Tuhan,. tidaaaak mauuuuuu dan tidak mungkin
(beasiswa gue kan mengaharuskan lulus dalam kurun waktu 2 tahun gak pake
lebih). Tenang, masih banyak jalan menuju Roma. Untuk meyakinkan professor,
saya mencoba membuat proposal yang berisi tentang exchange program, personal
purpose untuk mengikuti program ini, alasan saya memilih ITU, beberapa artikel
tentang ITU dan department chemical engineering di ITU, bahkan hingga study plan
dan time schedule untuk target research saya supaya Prof percaya saya bisa menyelesaikan
research saya di Turki, bimbingan by email, dll. Tapi tahukah kawan, belum
selesai merangkai proposal saya dihadapkan dengan masalah baru (yang sebetulnya
belum jadi masalah, toh belum pasti keterima, jadi baru kemungkinan masalah yang akan
ditemui).
What is it? Visa, ya visa. Bukan masalah ribetnya cara ngajuin visa (maklum,
udah pengalaman), bukan gak tau juga gimana cara bikin visa menetap untuk
belajar di Turki, justru karena tahu. Jadi apa masalahnya? Kalian tau kan
Taiwan belum diakuai secara hukum dan gak punya hubungan diplomatik dengan
semua negara? Jadi orang sini kalo mau bikin visa tinggal/menetap di negara
lain itu harus bikin visa numpang di negara tetangga. It means gue harus bikin
visa paling deket di Hongkong atau pulang sekalian di Indonesia (fyi: kalau
visa jalan-jalan kurang dari 30hari bisa pake e-visa, online gitu atau bikin
pas dateng di negara tujuan). Ya Tuhan, tadinya mau untung karena bayar tuition
fee cuma bayar 40% selama excahane dan gratis tuition fee di kampus tujuan (60%
jatah tuition fee dari beasiswa masih cukup buat beli tiket pp Turki-Taipei plus
bayar dormitory satu semester di Turki, uang makan dan jalan-jalan dari jatah
beasiswa buat hidup), eh malah harus ngeluarin duit banyak buat bikin visa di
negara lain (pantes anak lokal bilang, temennya yang exchange ke Austria
ngabisin duit sekitar 200.000 NTD setara 90Jt, ya iya lah, tuition fee gratis,
tp buat bikin visa aja mesti bolak-balik 2x ke Hongkong, belum lagi biaya tiket
pp negara tujuan exchange yang ditanggung sendiri plus biaya tinggal dan makan
selama exchange kalau gak dapet tambahan uang hidup. Fyi: padahal buat bikin
visa nya gak nyampe 500rb coy. Sedih kan? Mahal diongkos). Galau lah saya
sehari semalem, karena sudah pupus harapan, bayangan lagi jalan-jalan di Blue
Mosque langsung pecah, praaangggg, sulit buat dijadiin utuh lagi).
![]() |
Bye Kimya Metalurju Fakultesi, ITU. Gambar dari sini |
Mencoba berdiskusi
dengan diri sendiri, segitu ajakah nyali saya, gak nekat aja, gak berani ambil
resiko nih, gak mau nyoba dulu nih masalah visa mah urus nanti aja kalo pasti
keterima. Helllooo, gue yang sekarang bukan gue yang dulu. Inget anak sama
suami nunggu di rumah, duit segitu banyak mending dipake beli tiket pulang ke
Indonesia plus dipake liburan sama anak atau beliin anak ensiklopedia terbaru,
atau disimpen buat masukin anak sekloah 2 tahun lagi. Yaaa, I am wife, I am
mother, saya gak bisa seegois dan senaif dulu. Sedih ya? Banget. Galau? Sehari semalem
aja. Hahah, udahnya jadi lucu sih, gimana hebohnya saya selama seminggu ini
nyiapain buat ikut program ini, cari info, isi form ini itu, sampai udah gabung
sama PPI Istanbul. Well, I know kalau saya itu tipe orang yang penuh persiapan,
yang berfikir jauh ke depan, tipe orang yang cenderung pakai otak kiri, yang
mengukur resiko dengan detail, penuh perhitungan dan pasti harus terencana.
Beda banget sama suami yang otak kanan, yang lebih spontan, yang bagi saya itu
nekat karena berani ambil resiko besar, menjalakan dulu baru berfikir
belakangan. Saya kadang menyadari bahwa cara berfikir saya yang cenderung kiri
itu gak terlalu baik. Di beberapa kasus saya belajar untuk cenderung kanan
seperti ketika saya memulai untuk berwirausaha. So? Kesimpulannya? 90% I might give up
for now. I want to focus to my research n my family, because I want to back
home sooner. What for next? ada tawaran conference di Seoul buat Januari,
yuuuuukkk! Ke Turki nya gimana? Tahun depan, jalan-jalan sekalian umroh
sama suami. Aamiin,.
Haaaaa.... Mbak aq terharu baca tulisannya. Terharu bgt. Inspiratif. Semoga suatu saat saya bsa mengikuti jejakmu dpt beasiswa ke luar negri mbak..
BalasHapusInsha Allah bisa, kalau kita mau. :) selamat bergabung menjadi mahasiswa/i para pencari beasiswa luar negeri. Jiayo!
Hapus