Kamis, 20 Agustus 2015

Dare to be naive, dare to try! (Jleeebb..)

Hampir satu bulan email itu saya hiraukan, email dari Office of International Affairs yang memberitahukan bahwa semua international students diperbolehkan melamar menjadi kandidat student exchange program untuk Spring 2016 selama memenuhi kriteria (Alhamdulillah, masuk kriteria, seru saya dalam hati).
Hingga hari Senin lalu saya terdorong untuk membuka email itu dan membacanya secara detail, ternyata waktu pendaftaran masih dibuka hingga awal bulan September. Terlebih lagi setelah membuka halaman web OIA exchange program ini dilakukan dengan puluhan university partners di seluruh dunia, mencakup Asia, Eropa, dan Amerika. Melihat negara-negara benua Eropa terpampang sebagai pilihan negara untuk exchange dengan semangat 45 saya membuka satu persatu halaman elektronik. Melihat Jerman di salah satu list, sudah pasti menjadi pilihan pertama yang saya kepoin. Namun, hanya bertahan lima menit, halaman itu saya tutup, kenapa? Jelas tertera sertifikat bahasa Jerman min B1 menjadi salah satu syarat pelamar. Tahu diri lah, pasti gagal sebelum mulai. Negara berikutnya adalah Belanda, kali ini bukan masalah bahasa melainkan tidak ada yang menerima student dengan background chemical engineering atau memang standar ielts yang mereka minta lebih tinggi dari yang saya punya (tau kekurangan lah). Masih ada sekitar 10 negara Eropa lainnya sperti Poland, Swiz, France, Sweden, Chez, Italy, Spain, dll, tapi hati saya rasanya tidak tertarik. Hampir pindah halaman untuk mencoba peruntungan di negara-negara Amerika, saya melihat Turki di urutan terakhir. Tertera dua universitas yang menjadi partner kampus kami,  di urutan kedua tertulis Istanbul Technical University.

Istanbul Technical University. Gambar dari sini

Saya klik link yang ada, membaca semua persyaratan, dan langsung sumringah karena saya memenuhi semua persyaratan. Dalam hati saya berkata, saya bisa memilih universitas ini dan melamar program ini. Menilik lebih jauh lagi, jantung semakin berdebar karena terpampang foto-foto kampus yang telah berumur lebih dari 200 tahun beserta background kota Istambul yang klasik. Aahhh mata ini meleleh, berbinar melihat keindahan yang Turki miliki, sekilas melamun jauh membayangkan saya ada di sana untuk beberapa bulan, rasanya waktu 5 bulan cukup untuk memperkosa seluruh isi Turki dalam hati ini. Malam itu juga saya memutusan untuk berpartisipasi dalam program ini, saya baca alur prosesnya, saya tulis semua persyaratannya, dan segera saya kirim surat elektronik kepada suami di rumah tentang apa yang baru saya lakukan, gayung bersambut, suami mendukung saya.  Semalaman tidak tidur karena memikirkan akan sangat menyenangkan jika ini bisa menjadi kenyataan.
Blue Mosque, Istanbul Turki. Gambar dari sini
Keesokan harinya, saya tersadar jika ada seseorang yang restunya sangatlah penting, bukan lagi orang tua melainkan professor sendiri. Mendadak lemas memikirkan bagaimana cara saya berbicara dan membujuk professor untuk mengikuti program ini. Saya yang semestinya semester depan harus stay di kampus untuk menyelesaikan thesis, mengajukan sidang, mengurus ini itu, sudah selantasnya tidak pergi ke negara nan jauh di sana selama satu semester terpenting di kehidupan perkuliahan saya. Alih-alih lulus lebih cepat dan pulang ke negera tercinta mungkin malah extend satu semester. Oh Tuhan,. tidaaaak mauuuuuu dan tidak mungkin (beasiswa gue kan mengaharuskan lulus dalam kurun waktu 2 tahun gak pake lebih). Tenang, masih banyak jalan menuju Roma. Untuk meyakinkan professor, saya mencoba membuat proposal yang berisi tentang exchange program, personal purpose untuk mengikuti program ini, alasan saya memilih ITU, beberapa artikel tentang ITU dan department chemical engineering di ITU, bahkan hingga study plan dan time schedule untuk target research saya supaya Prof percaya saya bisa menyelesaikan research saya di Turki, bimbingan by email, dll. Tapi tahukah kawan, belum selesai merangkai proposal saya dihadapkan dengan masalah baru (yang sebetulnya belum jadi masalah, toh belum pasti keterima,  jadi baru kemungkinan masalah yang akan ditemui).
What is it? Visa, ya visa. Bukan masalah ribetnya cara ngajuin visa (maklum, udah pengalaman), bukan gak tau juga gimana cara bikin visa menetap untuk belajar di Turki, justru karena tahu. Jadi apa masalahnya? Kalian tau kan Taiwan belum diakuai secara hukum dan gak punya hubungan diplomatik dengan semua negara? Jadi orang sini kalo mau bikin visa tinggal/menetap di negara lain itu harus bikin visa numpang di negara tetangga. It means gue harus bikin visa paling deket di Hongkong atau pulang sekalian di Indonesia (fyi: kalau visa jalan-jalan kurang dari 30hari bisa pake e-visa, online gitu atau bikin pas dateng di negara tujuan). Ya Tuhan, tadinya mau untung karena bayar tuition fee cuma bayar 40% selama excahane dan gratis tuition fee di kampus tujuan (60% jatah tuition fee dari beasiswa masih cukup buat beli tiket pp Turki-Taipei plus bayar dormitory satu semester di Turki, uang makan dan jalan-jalan dari jatah beasiswa buat hidup), eh malah harus ngeluarin duit banyak buat bikin visa di negara lain (pantes anak lokal bilang, temennya yang exchange ke Austria ngabisin duit sekitar 200.000 NTD setara 90Jt, ya iya lah, tuition fee gratis, tp buat bikin visa aja mesti bolak-balik 2x ke Hongkong, belum lagi biaya tiket pp negara tujuan exchange yang ditanggung sendiri plus biaya tinggal dan makan selama exchange kalau gak dapet tambahan uang hidup. Fyi: padahal buat bikin visa nya gak nyampe 500rb coy. Sedih kan? Mahal diongkos). Galau lah saya sehari semalem, karena sudah pupus harapan, bayangan lagi jalan-jalan di Blue Mosque langsung pecah, praaangggg, sulit buat dijadiin utuh lagi).
Bye Kimya Metalurju Fakultesi, ITU. Gambar dari sini
Mencoba berdiskusi dengan diri sendiri, segitu ajakah nyali saya, gak nekat aja, gak berani ambil resiko nih, gak mau nyoba dulu nih masalah visa mah urus nanti aja kalo pasti keterima. Helllooo, gue yang sekarang bukan gue yang dulu. Inget anak sama suami nunggu di rumah, duit segitu banyak mending dipake beli tiket pulang ke Indonesia plus dipake liburan sama anak atau beliin anak ensiklopedia terbaru, atau disimpen buat masukin anak sekloah 2 tahun lagi. Yaaa, I am wife, I am mother, saya gak bisa seegois dan senaif dulu. Sedih ya? Banget. Galau? Sehari semalem aja. Hahah, udahnya jadi lucu sih, gimana hebohnya saya selama seminggu ini nyiapain buat ikut program ini, cari info, isi form ini itu, sampai udah gabung sama PPI Istanbul. Well, I know kalau saya itu tipe orang yang penuh persiapan, yang berfikir jauh ke depan, tipe orang yang cenderung pakai otak kiri, yang mengukur resiko dengan detail, penuh perhitungan dan pasti harus terencana. Beda banget sama suami yang otak kanan, yang lebih spontan, yang bagi saya itu nekat karena berani ambil resiko besar, menjalakan dulu baru berfikir belakangan. Saya kadang menyadari bahwa cara berfikir saya yang cenderung kiri itu gak terlalu baik. Di beberapa kasus saya belajar untuk cenderung kanan seperti ketika saya memulai untuk berwirausaha. So? Kesimpulannya? 90% I might give up for now. I want to focus to my research n my family, because I want to back home sooner. What for next? ada tawaran conference di Seoul buat Januari, yuuuuukkk! Ke Turki nya gimana? Tahun depan, jalan-jalan sekalian umroh sama suami. Aamiin,.

2 komentar:

  1. Haaaaa.... Mbak aq terharu baca tulisannya. Terharu bgt. Inspiratif. Semoga suatu saat saya bsa mengikuti jejakmu dpt beasiswa ke luar negri mbak..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insha Allah bisa, kalau kita mau. :) selamat bergabung menjadi mahasiswa/i para pencari beasiswa luar negeri. Jiayo!

      Hapus