Disini saya akan menuliskan kisah,
bisa jadi ini adalah kisah nyata atau hanya bagian dari imajinasi saya (hehehe).
Tapi sadar tak disadari saya yakin apa yang saya kisahkan ini terjadi dibelahan
dunia sana.
1.
Aku samakan ibu seperti pembantu
Di suatu
kota yang dikenal “kota kembang” hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, seorang anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga ini bisa
dikatakan keluarga yang hidup cukup. Ayah yang menjadi kepala keluarga sudah
beberapa tahun tidak bekerja. Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa
tanpa penghasilan. Anak sulung laki-laki yang bernama Tara sedang menempuh
pendidikan tingkat akhir di sebuah universitas teknologi negeri terkemuka di Bandung
dan adik perempuan yang bernama Tira sedang duduk di bangku SMP.
Selama
sang ayah tak bekerja, keluarga ini hidup dengan mengandalkan penghasilan dari
beberapa kamar kontrakan yang mereka miliki. Tahun demi tahun hidup berjalan,
Tara pun lulus dengan gelar sarjana teknik. Tak membutuhkan waktu lama, anak
sulungnya mendapatkan pekerjaan. Tak lama dari itu Tara meminta untuk segera
dinikahkan dengan wanita yang telah ia pilih. Singkat cerita mereka menikah.
Semenjak bekerja Tara selalu memberikan sebagian gajinya kepada ibunya untuk membantu
ibunya membiaya sekolah adiknya Tira.
2 tahun
berselang pernikahan Tara dikaruniai seorang putra. Tara dan istri yang bekerja
di kota Jakarta telah memiliki sebuah apartement kecil satu kamar dengan biaya
pinjaman sana-sini. Selama masa cuti melahirkan istri Tara tinggal di rumah
orang tua Tara di Bandung, sedari lahir hingga masa cuti habis anaknya selalu
diasuh oleh ibunya. Setelah masa cuti berakhir istri Tara yang bekerja di
Jakarta harus kembali ke Jakarta membawa anaknya bersama dengan ibu mertuanya
yang menemani. Masud sang ibu menemani adalah untuk memngasuh cucunya sementara
selagi mengajarkan istri Tara cara mengasuh anak dan menunggu datangnya seorang
pembantu.
Seminggu
berselang, pembantu tak kunjung datang, sebulan dua bulan tak kunjung datang
pula. Ibu Tara setiap harinya hanya menghabiskan waktu untuk mengasuh anak Tara
di apartement kecil, menunggu anak dan menantunya pulang bekerja, mencuci,
memasak dan beres-beres rumah layaknya pembantu. Selama di apartement ibu Tara
tidur di depan kompor, rak bumbu, cucian baju layaknya dapur dengan alas tidur
kasur gulung karena Tara hanya memiliki satu kamar yang diisi oleh anak dan
istrinya sementara Tara tidur di ruangTV.
Sementara
Tira adik perempuannya bersama bapaknya tinggal berdua di Bandung. Demi Tara
ibunya rela meninggalkan anak perempuannya bersama suaminya. Ibu Tara diijinkan
pulang ke Bandung pada weekend untuk menengok Tira dan suaminya setiap beberapa
minggu sekali dengan antar jemput travel.
Ibu Tara
tak pernah mengeluh di depan anaknya. Ia tetap bertahan walau ia merasakan
bosan, lelah, dan rasa campur aduk karena harus meninggalkan anak perempuan dan
suaminya. Ibu Tara yang biasa beraktifitas dengan ibu-ibu pengajian di Bandung kini
semenjak di Jakarta hanya mengahabiskan waktu di apartement. Ibu tara yang
biasa tidur di kamar besar dan rumah yang luas kini hanya tidur di dapur dan
ruangan kecil.
Suatu
ketika ayah Tara mengungkapkan untuk membawa anak Tara tinggal di Bandung agar
bisa diasuh oleh ibunya bersama dengan adiknya. Tapi istri Tara keberatan
dengan usulan ini dan karena tidak ingin anaknya dibawa ke Bandung. Tara pun
berkata pada sang ibu, “ibu boleh saja pulang ke bandung, tidak mengasuh anak
saya tapi maaf saja mulai saat ini uang bulanan yang biasa saya kasih untuk ibu
dan adik akan saya hentikan. Kini uangnya akan saya pakai untuk membayar
pembantu karena ibu tidak mau mengasuh anak saya”. END,.
Kawan,
apa yang kalian rasakan?
Ketika
saya mendengar kisah ini saya menangis sejadi-jadinya, marah semarah-marahnya.
Kenapa saya menangis untuk hal yang tidak dialami ibu saya? Karena saya begitu
mencintai ibu saya dan sosok seorang
ibu. Saya merasa sakit hati lebih sakit dari teriris pisau. Kenapa saya marah?
Saya marah karena saya benci sifat anak yang tak tahu diri, tak tahu
berterimakasih, tak tahu berbakti pada ibu yang telah mengandung, membesarkan
bahkan sampai mengasuh cucunya.
Tak
sadarkah Tara siapa yang berjasa atas hadirnya dia di dunia? Tanpa ibunya ia
takan ada di dunia. Siapakah yang tak lelah membawanya kemana-mana selama 24
jam selama 9 bulan ia berwujud janin? Siapakah yang merawatnya, membesarkannya,
mengajarkan ia banyak hal? Begitu banyak pengorbanan orang tua untuk seorang
anak. Tak ingatkan ia siapa yang membiayai pendidikan ia dari TK hingga
sarjana? Tak ingatkan siapa yang menikahkan ia dan membuatkan pesta pernikahan?
Atau tak sadarkah ia telah memperlakukan ibu selayaknya pembantu? Menyamakan
ibu seprti pembantu yang dibayar tiap bulan atas kerjanya.
Adakah
diantara kalian yang seperti Tara? Naudzubillah,. Jangan kawan!
Ibu
adalah orang yang dimuliakan Allah tepat setelah Rasullullah Nabi Muhammad SAW.
Pada kakinya lah ada surga. Atas ridonya lah ada rido Allah. Begitu banyak ayat
tercantum di al-qur’an tentang berbakti dan berbuat baik pada orang tua. Lantas
apa lagi yang harus kau ragukan untuk berbakti? Jika kau beragama dan beriman
maka berbaktilah pada orang tua mu. Bahagiakan lah mereka, sayangilah mereka,
meminta maaf lah pada mereka, ucapkan lah rasa terimakasih. Jangan sampai kau
menyesal selama sisa hidup mu, saat orang tua telah pergi meninggalkan dunia
ini. Saat mereka tak lagi dapat kau peluk, saat kata maaf mu tak dapat lagi
mereka dengar, saat tangis mu tak mampu lagi mereka usap. Ini adalah renungan
untuk kita semua kawan,.
“IBU ada
untuk mengasuh kita selagi kecil, bukan untuk mengasuh anak kita. Tegaa!”
2. Sisanya
baru untuk ibu
Dikisahkan
seorang anak perempuan bernama Sita yang telah menikah. Sita memiliki dua orang
adik yang masih bersekolah. Ibu Sita adalah seorang ibu rumah tanngga. Bapaknya
hanyalah seorang pegawai swasta. Keluarga Sita adalah keluarga pas-pasan, hidup
dengan kesederhaan diatas keterbatasan. Sita menikah dengan seorang laki-laki
yang telah bekerja. Kini Sita pun bekerja disebuah kantor kecil dengan gaji UMR
sebagai lulusan D3.
Sita dan
suaminya kini tinggal dirumah orang tua Sita bersama adik-adiknya. Orang tua
Sita tinggal di rumah yang tak jauh dari rumah yang ia tinggali. selama bkerja
Sita tak pernah memberikan sebagaian gaji nya untuk ibu nya, dan selama menikah
pun begitu. Biaya listrk rumah yang Sita tinggali pun masih dibayar oleh orang
tuanya, setiap bulan Sita masih meminta beras kepada ibunya. Sang ibu tidak
pernah meminta atau menuntut apapun. Sang ibu hanya menganggap anak dan mantunya
belum mampu untuk memberi tapi dilain hal Sita dan suami masih bisa untuk
berbelanja, shopping, jalan-jalan, jajan sana sini, dan membeli handphone
mahal. Sebenarnya gaji Sita dan suaminya bisa dikatakan cukup jika mereka mau hidup
berhemat bahkan masih cukup jika mereka mau memberi pada orang tua. Tapi mereka
memiih untuk menggunakan semua gaji mereka untuk keperluan mereka. Tiap-tiap
Sita hanya mengeluh “aku gak punya duit” entah itu awal bulan, tengah bulan
atau akhir bulan. Anehnya saat ia berkata “tak punya duit” ia masih bisa shopping
dan jajan diluar.
Suatu
hari adik Sita mengingatkan Sita bahwa ia tak seharusnya bersikap seperti
sekarang, seharusnya Sita mampu memberi pada sang ibu yang tak pernah menuntut
sebagai bentuk balas budi atas segala pengorbbanan ibu, seharusnya Sita mampu
memberi sedikit kebahagian dengan baktinya sebagai anak. Tapi apa yang terjadi?
Sita tidak menerima, Sita malah salah sangka, Sita malah ingin pergi dari rumah
dan tinggal di rumah kontrakan? Sita malah marah pada sang Ibu, pada sang adik.
Sita enggan untuk membalas sms sang Ibu, sita tak pernah lagi muncul di rumah
sang Ibu, Sita memulai perang dinginnya hingga kini. END,.
Adakah
kalian yang seperti Sita?
Astagfirullah,
ampuni siapun yang seperti Sita ya Allah. Bukalah mata hati nya, berikan lah
pintu hidayah Mu, sadarkan lah ya Rabb,.
Tak sadar
kah Sita atas dosa nya pada sang ibu? Atau ia tak tahu cara berbakti? Tak
adakah rasa sayang pada dirinya untuk sang ibu yang telah banyak berkorban? Tak
ingatkah ia siapa yang membiayai pendidikan ia dari TK hingga sarjana? Tak tahu
kah ia bagaimana perjuangan ibunya membesarkan ia? Tak tahukah setiap malam ibu
menangis dalam solatnya mendo’akan anak-anaknya? Tak ingatkah siapa yang
menikahkan ia dan membuatkan pesta pernikahan? Tak ingatkah ia saat ibu rela
menemani ia saat ia sakit? Tak menyesalkah jika ia pulang kerumah sang Ibu
telah terbujur kaku dan tertidur untuk selamanya sementara ia belum meminta
maaf dan berterimakasih?
Ingat
kawan, ibu adalah pahlawan dalam hidup mu yang begitu layak untuk kau hargai,
kau hormati, kau jaga, kau sayangi, kau cintai. Ingat kawan, untuk berbagi dan
memberi tak perlu menunggu kau kaya. Bahagiakanlah ibu mu saat ia masih ada
satu dunia dengan kita.
Sekali
lagi, renungan untuk kita semua,.