Kamis, 03 Januari 2013

"Ibu" renungan untuk siapa pun.


Disini saya akan menuliskan kisah, bisa jadi ini adalah kisah nyata atau hanya bagian dari imajinasi saya (hehehe). Tapi sadar tak disadari saya yakin apa yang saya kisahkan ini terjadi dibelahan dunia sana.
1.     Aku samakan ibu seperti pembantu
Di suatu kota yang dikenal “kota kembang” hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, seorang anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga ini bisa dikatakan keluarga yang hidup cukup. Ayah yang menjadi kepala keluarga sudah beberapa tahun tidak bekerja. Ibu yang hanya seorang ibu rumah tangga biasa tanpa penghasilan. Anak sulung laki-laki yang bernama Tara sedang menempuh pendidikan tingkat akhir di sebuah universitas teknologi negeri terkemuka di Bandung dan adik perempuan yang bernama Tira sedang duduk di bangku SMP.
Selama sang ayah tak bekerja, keluarga ini hidup dengan mengandalkan penghasilan dari beberapa kamar kontrakan yang mereka miliki. Tahun demi tahun hidup berjalan, Tara pun lulus dengan gelar sarjana teknik. Tak membutuhkan waktu lama, anak sulungnya mendapatkan pekerjaan. Tak lama dari itu Tara meminta untuk segera dinikahkan dengan wanita yang telah ia pilih. Singkat cerita mereka menikah. Semenjak bekerja Tara selalu memberikan sebagian gajinya kepada ibunya untuk membantu ibunya membiaya sekolah adiknya Tira.
2 tahun berselang pernikahan Tara dikaruniai seorang putra. Tara dan istri yang bekerja di kota Jakarta telah memiliki sebuah apartement kecil satu kamar dengan biaya pinjaman sana-sini. Selama masa cuti melahirkan istri Tara tinggal di rumah orang tua Tara di Bandung, sedari lahir hingga masa cuti habis anaknya selalu diasuh oleh ibunya. Setelah masa cuti berakhir istri Tara yang bekerja di Jakarta harus kembali ke Jakarta membawa anaknya bersama dengan ibu mertuanya yang menemani. Masud sang ibu menemani adalah untuk memngasuh cucunya sementara selagi mengajarkan istri Tara cara mengasuh anak dan menunggu datangnya seorang pembantu.
Seminggu berselang, pembantu tak kunjung datang, sebulan dua bulan tak kunjung datang pula. Ibu Tara setiap harinya hanya menghabiskan waktu untuk mengasuh anak Tara di apartement kecil, menunggu anak dan menantunya pulang bekerja, mencuci, memasak dan beres-beres rumah layaknya pembantu. Selama di apartement ibu Tara tidur di depan kompor, rak bumbu, cucian baju layaknya dapur dengan alas tidur kasur gulung karena Tara hanya memiliki satu kamar yang diisi oleh anak dan istrinya sementara Tara tidur di ruangTV.
Sementara Tira adik perempuannya bersama bapaknya tinggal berdua di Bandung. Demi Tara ibunya rela meninggalkan anak perempuannya bersama suaminya. Ibu Tara diijinkan pulang ke Bandung pada weekend untuk menengok Tira dan suaminya setiap beberapa minggu sekali dengan antar jemput travel.
Ibu Tara tak pernah mengeluh di depan anaknya. Ia tetap bertahan walau ia merasakan bosan, lelah, dan rasa campur aduk karena harus meninggalkan anak perempuan dan suaminya. Ibu Tara yang biasa beraktifitas dengan ibu-ibu pengajian di Bandung kini semenjak di Jakarta hanya mengahabiskan waktu di apartement. Ibu tara yang biasa tidur di kamar besar dan rumah yang luas kini hanya tidur di dapur dan ruangan kecil.
Suatu ketika ayah Tara mengungkapkan untuk membawa anak Tara tinggal di Bandung agar bisa diasuh oleh ibunya bersama dengan adiknya. Tapi istri Tara keberatan dengan usulan ini dan karena tidak ingin anaknya dibawa ke Bandung. Tara pun berkata pada sang ibu, “ibu boleh saja pulang ke bandung, tidak mengasuh anak saya tapi maaf saja mulai saat ini uang bulanan yang biasa saya kasih untuk ibu dan adik akan saya hentikan. Kini uangnya akan saya pakai untuk membayar pembantu karena ibu tidak mau mengasuh anak saya”. END,.
Kawan, apa yang kalian rasakan?
Ketika saya mendengar kisah ini saya menangis sejadi-jadinya, marah semarah-marahnya. Kenapa saya menangis untuk hal yang tidak dialami ibu saya? Karena saya begitu mencintai  ibu saya dan sosok seorang ibu. Saya merasa sakit hati lebih sakit dari teriris pisau. Kenapa saya marah? Saya marah karena saya benci sifat anak yang tak tahu diri, tak tahu berterimakasih, tak tahu berbakti pada ibu yang telah mengandung, membesarkan bahkan sampai mengasuh cucunya.
Tak sadarkah Tara siapa yang berjasa atas hadirnya dia di dunia? Tanpa ibunya ia takan ada di dunia. Siapakah yang tak lelah membawanya kemana-mana selama 24 jam selama 9 bulan ia berwujud janin? Siapakah yang merawatnya, membesarkannya, mengajarkan ia banyak hal? Begitu banyak pengorbanan orang tua untuk seorang anak. Tak ingatkan ia siapa yang membiayai pendidikan ia dari TK hingga sarjana? Tak ingatkan siapa yang menikahkan ia dan membuatkan pesta pernikahan? Atau tak sadarkah ia telah memperlakukan ibu selayaknya pembantu? Menyamakan ibu seprti pembantu yang dibayar tiap bulan atas kerjanya.
Adakah diantara kalian yang seperti Tara? Naudzubillah,. Jangan kawan!
Ibu adalah orang yang dimuliakan Allah tepat setelah Rasullullah Nabi Muhammad SAW. Pada kakinya lah ada surga. Atas ridonya lah ada rido Allah. Begitu banyak ayat tercantum di al-qur’an tentang berbakti dan berbuat baik pada orang tua. Lantas apa lagi yang harus kau ragukan untuk berbakti? Jika kau beragama dan beriman maka berbaktilah pada orang tua mu. Bahagiakan lah mereka, sayangilah mereka, meminta maaf lah pada mereka, ucapkan lah rasa terimakasih. Jangan sampai kau menyesal selama sisa hidup mu, saat orang tua telah pergi meninggalkan dunia ini. Saat mereka tak lagi dapat kau peluk, saat kata maaf mu tak dapat lagi mereka dengar, saat tangis mu tak mampu lagi mereka usap. Ini adalah renungan untuk kita semua kawan,.
“IBU ada untuk mengasuh kita selagi kecil, bukan untuk mengasuh anak kita. Tegaa!”
2.    Sisanya baru untuk ibu
Dikisahkan seorang anak perempuan bernama Sita yang telah menikah. Sita memiliki dua orang adik yang masih bersekolah. Ibu Sita adalah seorang ibu rumah tanngga. Bapaknya hanyalah seorang pegawai swasta. Keluarga Sita adalah keluarga pas-pasan, hidup dengan kesederhaan diatas keterbatasan. Sita menikah dengan seorang laki-laki yang telah bekerja. Kini Sita pun bekerja disebuah kantor kecil dengan gaji UMR sebagai lulusan D3.
Sita dan suaminya kini tinggal dirumah orang tua Sita bersama adik-adiknya. Orang tua Sita tinggal di rumah yang tak jauh dari rumah yang ia tinggali. selama bkerja Sita tak pernah memberikan sebagaian gaji nya untuk ibu nya, dan selama menikah pun begitu. Biaya listrk rumah yang Sita tinggali pun masih dibayar oleh orang tuanya, setiap bulan Sita masih meminta beras kepada ibunya. Sang ibu tidak pernah meminta atau menuntut apapun. Sang ibu hanya menganggap anak dan mantunya belum mampu untuk memberi tapi dilain hal Sita dan suami masih bisa untuk berbelanja, shopping, jalan-jalan, jajan sana sini, dan membeli handphone mahal. Sebenarnya gaji Sita dan suaminya bisa dikatakan cukup jika mereka mau hidup berhemat bahkan masih cukup jika mereka mau memberi pada orang tua. Tapi mereka memiih untuk menggunakan semua gaji mereka untuk keperluan mereka. Tiap-tiap Sita hanya mengeluh “aku gak punya duit” entah itu awal bulan, tengah bulan atau akhir bulan. Anehnya saat ia berkata “tak punya duit” ia masih bisa shopping dan jajan diluar.
Suatu hari adik Sita mengingatkan Sita bahwa ia tak seharusnya bersikap seperti sekarang, seharusnya Sita mampu memberi pada sang ibu yang tak pernah menuntut sebagai bentuk balas budi atas segala pengorbbanan ibu, seharusnya Sita mampu memberi sedikit kebahagian dengan baktinya sebagai anak. Tapi apa yang terjadi? Sita tidak menerima, Sita malah salah sangka, Sita malah ingin pergi dari rumah dan tinggal di rumah kontrakan? Sita malah marah pada sang Ibu, pada sang adik. Sita enggan untuk membalas sms sang Ibu, sita tak pernah lagi muncul di rumah sang Ibu, Sita memulai perang dinginnya hingga kini. END,.
Adakah kalian yang seperti Sita?
Astagfirullah, ampuni siapun yang seperti Sita ya Allah. Bukalah mata hati nya, berikan lah pintu hidayah Mu, sadarkan lah ya Rabb,.
Tak sadar kah Sita atas dosa nya pada sang ibu? Atau ia tak tahu cara berbakti? Tak adakah rasa sayang pada dirinya untuk sang ibu yang telah banyak berkorban? Tak ingatkah ia siapa yang membiayai pendidikan ia dari TK hingga sarjana? Tak tahu kah ia bagaimana perjuangan ibunya membesarkan ia? Tak tahukah setiap malam ibu menangis dalam solatnya mendo’akan anak-anaknya? Tak ingatkah siapa yang menikahkan ia dan membuatkan pesta pernikahan? Tak ingatkah ia saat ibu rela menemani ia saat ia sakit? Tak menyesalkah jika ia pulang kerumah sang Ibu telah terbujur kaku dan tertidur untuk selamanya sementara ia belum meminta maaf dan berterimakasih?
Ingat kawan, ibu adalah pahlawan dalam hidup mu yang begitu layak untuk kau hargai, kau hormati, kau jaga, kau sayangi, kau cintai. Ingat kawan, untuk berbagi dan memberi tak perlu menunggu kau kaya. Bahagiakanlah ibu mu saat ia masih ada satu dunia dengan kita.
Sekali lagi, renungan untuk kita semua,.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar