Bagi saya
yang berambisi kuat dan memiliki impian besar, menjadi ibu rumah tangga (full
time mother) bukanlah mimpi saya sejak kecil. Bergelar Phd, Master, memiliki
konsultan lingkungan ternama dan usaha kuliner adalah impian-impian diawal kedewasaan
saya. Sampai sekarang apa yang saya lakukan dan perjuangkan masih ada pada
jalur untuk mencapai impian-impian itu.
Saya yang
termasuk orang berwatak koleris (dominan otak kanan, bicara, bertindak, jalan
lebih cepat dibanding rata-rata, to the point, intonasi menekan, tatapan mata
tajam), melankolis (sempurna, teliti, tertata) cukup mempengaruhi cara pandang
dan kehidupan saya. Mungkin karena watak ini pula, secara tidak langsung
lingkungan disekitar saya sering memposisikan saya sebagai pemimpin baik dalam
kelompok besar atau kecil (bisa jadi, karena teman-teman tidak mau repot untuk
mengatur segala kegiatan/keperluan acara dan saya adalah korbannya *miris*).
Ternyata tidak
hanya itu, ambisi saya untuk menjadi seorang wanita karir yang saya sebut wonder woman menjadikan saya sedikit
parno tentang pernikahan. Beranjak usia 20an yang diwarnai berita dan undangan
pernikahan teman-teman membuat saya sedikit takut saat membayangkan menjadi
seorang istri, kemudian hamil dan memiliki anak. Bukan takut karena tidak ingin
menjalaninya tapi takut akan ketidak mampuan saya menjadi seorang istri yang soleh
dan seorang ibu yang baik. Hal ini lah yang membuat saya menargetkan usia
pernikahan cukup jauh saat itu.
Usia saya
pun terus bertambah seiring pertumbuhan kedewasaan saya. Sedikit demi sedikit
pola pikir berubah kearah yang lebih baik. Tak ada yang salah dengan wanita
karir, ibu pekerja, atau wanita-wanita yang berprestasi dalam pekerjaan di luar
rumah. Tapi ada yang lebih baik lagi dari sekedar itu semua, yang sudah Allah
tuliskan dalam Al-qur’an untuk kaum seperti saya. Apakah itu? Menjadi ibu rumah
tangga adalah hal paling mulia dan teristimewa bagi wanita. Allah menjanjikan
pahala yang berlimpah, Allah menjanjikan tempat terhormat di syurga bagi para
istri solehah dan ibu yang melahirkan serta menciptakan generasi muda (anak)
yang saleh/salehan serta berbakti. Tak ada kewajiban bagi seorang istri untuk
menafkahi anak dan keluarganya karena itu adalah kewajiban suami. Seorang istri
memiliki dua tugas darar yaitu melayani suami dan mendidik anak.
Pada walanya
saya masih salah kaprah tentang pernyataan “untuk apa seorang wanita sekolah
tinggi-tinggi kalau ujungnya hanya di dapur dan mengusrus anak di rumah?”. Tapi,
ada sebuah pepatah mengatakan “Ibu adalah madrasah pertama bagi anak”. Ya,
tempat pertama anak belajar adalah pada ibunya. Jadi seorang wanita haruslah
memiliki kemampuan untuk mendidik. Karena wanita bertanggung jawab menciptakan
generasi yang hebat dan tangguh, itulah mengapa seorang wanita harus pintar,cerdas,
dan berpendidikkan tinggi.
Banyak membaca,
banyak belajar, dan banyak berkaca sedikit demi sedikit mengubah impian-impian
saya. Walau impian itu tak 100% saya rubah. Kini impian terbesar saya bukan
lagi mendapat gelar Master dan melanjutkan pendidikian di luar negeri. Kini saya
ingin secepatnya menjadi seorang istri dari laki-laki shaleh dan bertanggung
jawab, agar janji Allah bagi para istri salehah segera saya dapatkan. Kini,
saya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga (full time mother) yang melahirkan
dan menciptakan anak-anak super hebat, shaleh/shaleha, pintar, dan bermanfaat
bagi banyak umat. Dan sisa waktu saya dari menjadi seorang ibu rumah tangga
akan saya gunakan untuk memperjuangkan impain saya yang lain tentu atas ijin Nya,
suami, dan anak-anak kelak.
“betapa bahagia sore ini, ketika
saya asyik berbelanja di super market membeli beberapa buah, sayuran dan
daging. Lalu mampir ke baby shop dan membayangkan menjadi seorang ibu rumah tangga
yang memiliki waktu bebas, setiap sore menunggu suami pulang sambil mengasuh
anak dan berjalan-jalan tanpa memikirkan urusah kantor/perusahaan bos”
:) :) inspiring :)
BalasHapusthanks udah mampir :)
BalasHapus