Senin, 08 September 2014, pukul
10.00 waktu Taiwan adalah momen yang akan menjadi sejarah bagi kami karyasiswa
DIKTI yang akan melanjutkan kuliah jenjang S2 di National Taiwan University of Science
and Technology. Bagaimana tidak begitu, karena ini adalah hari yang kami tunggu
setelah sekian lama berjuang untuk mendapatkan beasiswa. Haru dan sedih bercampur
menjadi satu di rona pipi yang memerah karena cuaca panas akhir summer. Berselang
2 jam setelah landing dan pengurusan imigrasi, kami yang menjuluki diri sahabat
NTUST sampai di “rumah baru” yang lebih dikenal Taiwan Tech dengan bantuan
saudara-saudara NTUST-ISA (Indonesia Student Association).
Pertama menginjakkan kaki di
rumah baru, kami merasa menjadi karyasiswa (mahasiswa penerima beasiswa) kaya
karena dikti memberikan uang saku US$ 700/bulan yang setara dengan NT$ 21000,
sedangkan karya siswa lainnya hanya memperoleh uang saku NT$ 10000 atau separuh
dari yang kami terima. Berbekal US$ 1400 atau NT$ 40000 dari Indonesia, kami
merasa sangat cukup untuk kehidupan sebulan ke depan bahkan masih berlebih dan
dapat kami gunakan untuk berkeliling kota Taipei. Namun, mimpi indah itu remuk
seketika setelah tidur nyeyak kami semalam.
Selasa, 09 September 2014 bagai
musibah bagi kami sahabat NTUST. Hari ini adalah hari registrasi bagi 5 dari 14
orang sahabat NTUST. Berdasarkan pengalaman karya siswa dikti di NTUST
sebelumnya, kami berfikir bahwa pihak kampus akan menerima Guarantee Letter
yang menunjukkan bahwa kami penerima beasiswa dikti dan menyatakan akan
menerima sejumlah uang untuk beberapa keperluan termasuk pembayaran uang kuliah
sehingga kami tak perlu membayar uang kuliah di muka. Namun, kenyataannya
berbeda 180 derajat, Guarantee Letter kami ditolak karena kami adalah calon
dosen sedangkan pihak ampus hanya mengetahui bahwa dikti memberikan beasiswa
untuk dosen. Muka pucat pasi bercampur keringat dingin mengalir di sela-sela
pori dahi kami. Bagaimana tidak demikian, karena setelah melewati beberapa
obrolan untuk melobi dan klarifikasi pada akhirnya GL kami tetap ditolak yang
artinya kami harus membayar semua biaya registrasi yang jumlahnya sekitar
NT$65000 atau Rp.27.000.000,- pada hari yang sama atau registrasi kami akan ditolak
yang artinya kami tidak dapat mengurus pembuatan ARC (KTP), membuka rekening
Bank, kartu pelajar, dll. Jika itu terjadi maka inilah kiamat bagi kami sahabat
NTUST, karena bisa saja kami dipulangkan oleh pihak imigrasi. Tak ada solusi
bagi kami selain membayar uang registrasi dengan uang kami sendiri karena kami
sangat sadar bahwa uang kuliah kami hanya akan diberikan kepada kami setelah
kami membuat akun bank di Taiwan dan mengirimkan beberapa persyaratan yang
sedikitnya akan membutuhkan waktu sebulan. Bermodalkan uang yang kami bawa di
Indonesia serta pinjaman dari beberapa mahasiswa senior Indonesia, akhirnya 4
dari 5 sahabat NTUST yang mendapatkan jadwal registrasi hari ini dapat
melakukan registrasi. Sementara 9 sahabat lainnya berada dalam kondisi terguncang
karena dalam waktu semalam kami semua harus menyediakan uang sekitar Rp. 27.000.000,
sementara kami bukanlah dari keluarga yang berlebih. Dengan modal wifi kampus,
kami semua mencoba menghubungi pihak keluarga di Indonesia agar dapat
menyediakan sejumlah uang dalam tenggang waktu satu hari. Pinjam sana sini
dengan mahasiswa Indonesia lainnya yang ada di sini itupun kami lakukan agar
kami dapat melakukan registrasi. Semua uang yang kami pegang, kami pakai untuk
menambah kekurangan teman-teman, sampai-sampai uang buat makan besok pun tidak
kami pikirkan.
Miris memang jika karya siswa
dikti yang membawa nama pemerintah Indonesia harus seperti ini di negeri orang.
Malu rasanya jika kami bermasalah sementara nama Indonesia ada di bahu kami. Sekarang,
kami hanya meminta para pejabat yang memiliki wewenang dapat meringankan beban
kami, setidaknya membantu melobi pihak kampus agar kami dapat menunda
pembayaran hingga kami mendapatkan beasiswa kami atau kami mohon dengan sangat
agar proses pencairan dana beasiswa kami dapat diproses dengan cepat setelah
kami memenuhi semua persyaratan untuk pencairan dana. Kami ingin sekali
mengharumkan nama Indonesia, membanggakan keluaraga dan teman-teman kami dengan
prestasi kami di sini. Kami tak ingin teman kami harus menjual motornya di
kampung, kami tak ingin dengar orang tua kami menggadaikan apa yang mereka
miliki, dan kami tak tega jika keluarga kami harus ikut serta dalam penderitaan
yang kami alami. Tapi jika keadaan serba
minim terus kami alami karena masalah keterlambatan pencairan dana atau birokrasi
yang semraut di Indonesia bukan prestasi yang akan kami raih tapi masalah demi masalah.
Semoga kami segera terbangun dari
mimpi buruk ini,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar