2 hari ini saya asik membaca
sebuah blog seorang teman tak dikenal tapi secara garis besar kami memiliki passion
yang sama. Sama sama pengejar beasiswa luar negeri (*senengnya gretongan). Kini
dia sudah homestay di Jerman selama 10 bulan. Dia sukses menginspirasi saya
untuk menuliskan hal-hal yang telah saya lakukan untuk meraih mimpi saya
tentunya dengan jatuh bangun, kepleset, sampai guling-guling :p.
Buat kalian pembaca setia blog
saya (*sambil mikir, ada yang sukain baca gak yah? Hehehe) masih ingat bukan
tentang mimpi saya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri khusnya di Jerman?
Mungkin banyak yang berfikir saya hanyalah “Sang Pemimpi” tanpa menjalani usaha
realitas. Saya jawab dengan kencang, TIDAK. Saya telah membuat berbagai plan
dan berbagai jalan alternatif untuk semua mimpi saya tapi belum saya tuliskan
disini. Sekarang saya akan tuliskan beberapa saja yang telah saya lakukan untuk
mengejar mimpi saya yang satu ini.
Universitas di Jerman atau negara
manapun itu memiliki standar dan kualifikasi untuk menerima mahasiswa beasiswa
di luar warga negaranya. Khususnya untuk uni eropa kebanyakan beasiswanya untuk
yang berkewarganegaraan uni eropa. Tahu kan negara-negara yang termasuk uni
eropa?
Hal apa saja yang sudah saya
lakukan selama ini?
1.
Mencari informasi program beasiswa luar negeri
Saya telah mencari informasi
program beasiswa luar negeri dari mbah google, beberapa web dab blog
orang-orang penerima beasiswa, dan pameran-pameran scholarship. Tahun 2011
akhir saya menghadiri pameran scholarship disebuah universitas di daerah Dipati
Ukur Bandung. Di dalam pameran tersebut terdapat belasan yayasan khusus
scholarship dari berbagai negara dengan ratusan program (kalo semua digabung).
Ada AMINEF (khusus yang tertarik ke Amerika), nuffic nesso (khusus Belanda), ERASMUS
MUNDUS (uni eropa dan beberapa univ Amerika), British council (pastinya UK),
DAAD (khusus Jerman, mirip kaya GOETHE), dan banyak lagi (berhubung saya
tertariknya dengan negara barat jadi yang di asia gak di lirik. Heu :D). Dari
beberapa pilihan yang ada, saya tertarik dengan DAAD dan ERASMUS MUNDUS.
Teteup, Jerman adalah pilihan saya karena dari beberapa informassi yang saya
dapatkan Jerman merupakan negara yang nyaman dan baik untuk mencari beasiswa.
Hasil dari tanya sana dan tanya sini plus baca brosur kebanyakan beasiswa untuk
program S2/S1, so kalo saya mau mabil S2 harus beresin dulu kuliah saya yang
kelar tahun 2013 atau saya ngulang lagi ngambil S1. Rasanya males buanget kala
harus ngulang S1, jadi saya putuskan untuk mengincar program S2 saja dengan
syarat harus lulus dengan IPK tidak kurang dari 3.5 skala 4, TEFEL 550, atau
IELTS 8.0, dll (*shock seketika).
Dalam hati saya berkata “masih
punya 2thn untuk melengkapi persyaratan. SAYA PASTI BISA!”.
2.
Belajar Bahasa Jerman
Jerman merupakan negara yang memiliki bahasa nasional yaitu
bahasa Jerman sehingga bahasa sehari-hari atau bahasa pengantar dalam
perkuliahan menggunakan bahasa Jerman dan jarang ada univ yang memiliki bahasa
pengantar bahasa Inggris. So, saya mulai cari tahu tentang bahasa Jerman mulai
dari membeli buku-buku belajar cepat bahasa Jerman plus beli CD pengantar
belajar bahasa Jerman dasar. Bulan-bulan awal saya rajin dan beberapa
percakapan bisa saya lakukan dengan bahsa Jerman. Tapi berhubung saya belajar
sendiri dan gak ada teman bicara jadinya muales. Ehehehehe,.. END
3.
Ikut AIESEC (lebih jelasnya saya tulis di blog
yang beda yah)
4.
Belajar Bahasa Inggris
Setelah beberapa lama saya
belajar bahasa Jerman dan niat ikut kursus ternyata sebuah fakta bahwa
rata-rata syarat pengajuan beasiswa luar negeri selalu meminta sertifikat
bahasa inggris dengan standar toefel diatas 550. Hasil saran dari kanan kiri,
akhirnya saya menunda untuk mengikuti kursus bahasa Jerman yang biayanya
lumayan. Saya beralih untuk memperlancar percakapan (conversation) dan
memperbanyak kosakata bahasa Inggris (vocabulary).
Entah kenapa, awal tahun 2012
teman-teman di kelas saya terjangkit virus “english”, tiap hari sok-sok bahas
suatu tema dan bercakap dengan bahasa Inggris. Virus ini pun menjangkkit saya,
alhasil saya dan beberapa teman di kelas mengikuti kursus bahasa Inggris bersama-sama.
Selama 3 bulan saya mengikuti kursus conversation, mendapati seorang guru yang
pintar dan memiliki banyak pengalaman berkunjung ke berbagai negara, membuat
saya semakin bersemangat. Namun, saya kecewa dengan sistem management tempat
kursus ini yang belum rapih dan terstruktur sehingga untuk mendapatkan test
kelulusan dan sertifikat sangatlah ribeeeeetttttt (*maklum, baru buka cabang di
Bandung, tp harusnya tetep profesional). Hasilnya setelah kelas kursus saya
selesei, ujian resmi belum dilakukan karena sistem management yang tidak jelas,
sertifikat tidak didapatkan dan saya keburu pergi magang ke kota Cilegon. END.
(yang penting ilmu selama kursus yahhhh, bukan sertifikatnya *ngehibur diri
sendiri*)
5.
Mengejar IPK diatas 3.5 skala 4
Karena syarat mewajbikan pelamar
beasiswa memiliki IPK “tertentu” mau tak mau saya harus mengejar IPK tersebut. Rata-rata
program beasiswa memiliki syarat bahwa pelamar harus memiliki IPK di atas 3,
bahkan ada yang 3.4. perjuangan demi perjuanagn telah saya lewati dan saya
dapat meraih IPK diats 3.5, tinggal 2 semester tersisa menuju kelulusan dan mempertahankan itu lebih sulit.
6. Menyelesaikan
kuliah tepat waktu
InsyaAllah 21 September 2013 saya
diwisuda. Sekarang sedang berjuang dan menikmati masa kuliah yang kurang dari
setahun lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar