Assalamualaikum, buibu dan calon ibu profesional,.
Sampai di materi ke-5 dari 9 materi program
matrikulasi IIP. It means saya sudah melewati mid semester, semoga bertahan sampai
akhir yaa. Materi ke 5 ini adalah “Belajar Bagaimana Caranya Belajar”. Selama
ini kebanyakan orang masih terpaku bahwa belajar itu duduk di kelas
memperhatikan guru, duduk di meja belajar dan membaca buku. Sejatinya dengan
berkembangnya teknologi, cara belajar sudah semakin beragam dan semakin banyak
orang yang menyadari bagaimana caranya belajarnya. Nah, bagaimana dengan saya?
Sebelum saya menjawab pertanyaan NHW5, let me
review a whole materi tentang Belajar Bagaimana Caranya Belajar dari program
matrikulasi IIP.
Here, 10 point penting yang saya rangkum.
1.
Membuat
BISA itu mudah, tapi membuatnya SUKA itu baru tantangan. Karena
mempelajari sesuatu yang menurut kita berat jika dilakukan dengan senang hati
maka akan terasa ringan, dan sebaliknya pelajaran yang ringan atau mudah jika
dilakukan dengan terpaksa maka akan terasa berat atau sulit. So,
lakukanlah belajar dengan senang hati.
2. Anak
kita sudah tentu akan hidup di jaman yang berbeda dengan jaman kita. Maka
teruslah mengupdate diri, agar kita tidak membawa anak kita mundur beberapa
langkah dari jamannya.
3. Kita
dan anak-anak perlu belajar tiga hal yaitu belajar
hal berbeda, cara belajar yang berbeda dan semangat belajar yang berbeda.
Belajar hal berbeda yaitu belajar apa saja yang bisa: menguatkan iman, menumbuhkan
karakter yang baik, menemukan passionnya (panggilan hatinya). Cara
belajar berbeda yaitu jika dulu
kita dilatih untuk terampil menjawab, maka latihlah anak kita untuk
terampil bertanya, jika dulu kita menelan bulat-bulat apa yang disampaikan guru
maka ajarilah anak kita untuk berfikir skeptik. Tanamkan semangat belajar yang
berbeda yaitu tidak hanya sekedar mengejar nilai
rapor akan tetapi memahami subjek atau topik belajarnya.
4. Terapkan
strategi belajar meninggikan gunung bukan meratakan lembah. Maksudnya adalah dengan
menggali kesukaan, hobby, passion, kelebihan, dan kecintaan anak-anak
kita terhadap hal2 yg mereka minati dan kita sebagai orangtuanya mensupportnya
semaksimal mungkin. Sebaliknya jangan meratakan lembah yaitu dengan
menutupi kekurangannya,
5. Cara
membuat anak suka belajar: mengetahui apa yang anak-anak mau / minati, mengetahui
tujuannya, cita-citanya, mengetahui passionnya.
6. Good
is not enough anymore we have to be different. Baik
saja itu tidak cukup,tetapi kita juga harus punya nilai lebih (yang membedakan
kita dengan orang lain).
7. Peran
kita sebagai orang tua: sebagai pemandu : usia 0-8 tahun, sebagai teman
bermain anak-anak kita : usia 9-16 tahun, sebagai sahabat yang siap
mendengarkan anak-anak kita : usia 17 tahun keatas.
8. Cara
mengetahui passion anak adalah : observation ( pengamatan),engage
(terlibat), watch and listen (lihat dan dengarkan suara anak).
9. Cara
mengolah kemampuan berfikir anak dengan : melatih anak untuk
belajar bertanya, belajar menuliskan hasil pengamatannya, belajar untuk
mencari alternatif solusi atas masalahnya, presentasi yaitu mengungkapkan
akan apa yang telah didapat, kemampuan berfikir pada balita bisa ditumbuhkan
dengan cara aktif bertanya pada si anak.
Sumber:
Tim materi Matrikulasi IIP Batch 3.
Gimana buibu? Ternyata oh ternyata
begitu,.
Honestly, saya sendiri bukan tipe
orang yang suka belajar. Selama ini saya terpaksa belajar untuk sesuatu yang
menjadi kebutuhan bukan kesenangan. Karena butuh nilai buat lulus, karena butuh
nilai bagus buat beasiswa, saya jadi belajar. Tidak lebih dari 30% apa yang
saya pelajari karena saya benar-benar senang terhadap pelajaran tersebut.
Bahkan untuk yang benar-benar saya sukai, saya tidak mempelajarinya secara
serius dan profesional. Nah loh? Pie iki? Di sisi lain saya mampu menilai
kemampuan diri sendiri. Saya mampu menyadari apa yang menjadi kemampuan saya,
apa yang saya bisa/ahli di dalamnya dan apa yang tidak saya kuasai. Karena hal
ini lah saya mampu membagi waktu belajar sesuai porsi kebutuhannya. Saya akan
menjadi mahasiswi tipe belajar SKS (sistem kebut semalam) ketika saya menilai
saya telah menguasai pelajaran tersebut karena duduk dan mendengarkan guru di
kelas sudah cukup untuk nilai lulus. Beda halnya dengan pelajaran yang tidak
saya kuasai saya akan meluangkan waktu untuk menyusun jadwal belajar, belajar
bersama teman, bertanya langsung pada dosen, menonton video, dll, sampai saya
benar-benar paham. Terlihat sekali saya tipe yang berusaha meratakan lembah
yaitu dengan menutupi kekurangan untuk ingin menguasai semua pelajaran tapi
akhirnya tidak ada yang paling saya kuasai. Sampai saat saya mengenyam
pendidikan master yang membuka pandangan bahwa untuk menjadi “sesuatu” di satu bidang hanya perlu permukaan (cakupan) yang
sempit namun perlu menggali hingga memiliki kedalaman (pemahaman yang kuat).
Menurut
Profesor Howard Gardner (pakar psikologi dari Universitas
Harvard) ada
delapan tipe kecerdasan manusia, yaitu: Kecerdasan Linguistik, Kecerdasan
logika dan matematika, Kecerdasan
musical, Kecerdasan spasial dan visual, Kecerdasan kinestetik, Kecerdasan
interpersonal, Kecerdasan
intrapersonal (introspektif), Kecerdasan
Naturalis
Penelitian
membuktikan bahwa orang yang kuat pada salah satu jenis kecerdasan tidak
serta-merta kuat pada jenis kecerdasan yang lain. Walaupun tidak tertutup
kemungkinan manusia memiliki lebih dari dua kecerdasan tersebut. (Gordon Dryden
dan Dr. Jeannette Vos: 2000; 121).
Jika
anak saya Kia adalah anak dengan dominan kecerdasan kinestetik dan kecerdasan
logika, maka saya adalah seseorang dengan dominan kecerdasan logika dan
kecerdasan intrapersonal. Karena itulah saya biasa menghitung segala sesuatu
dengan logika yang kadang kala membuat saya lupa jika diluar dari logika
manusia ada Dia yang berkehendak. Selain saya adalah tipe penyepi dan
penyendiri. Karena dengan suasana yang sunyi mudah bagi saya untuk fokus dan
berfikir, tidak heran saat kuliah dulu saya lebih memilih utuk belanjar sendiri
terlebih dahulu dan bertanya pada teman untuk sesuatu yang tidak saya pahami
saja.
In the
end of this session, I wish i will be a better person, better mom, better wife
after joining IIP and learn a lot about parenting dan pendidikan anak.
me on Seoul Int Conference, 2016. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar